Salah satu pesan penting dari Abah Aos QS (Syekh Muhammad Abdul Gaos SM) adalah:
“Ikhwan lamun ngandelken dzikir hungkul moal kuat, kudu ditopang ku manaqib.”
Artinya: “Seorang ikhwan bila hanya mengandalkan dzikir saja, tidak akan kuat. Harus ditopang dengan manaqiban.”
Wejangan ini sederhana, tapi sarat makna. Mari kita coba renungkan dengan bahasa yang ringan, supaya mudah dipahami oleh siapa saja, khususnya para murid yang sedang belajar.
Dzikir: Amalan Pokok dalam Perjalanan Ruhani
Dzikir berarti mengingat Alloh, baik dengan lisan, hati, maupun perbuatan. Dzikir menjadi pondasi utama dalam kehidupan seorang salik. Dalam Al-Qur’an, Alloh berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (ingatlah) kepada Alloh dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang."
(QS. Al-Ahzab: 41-42)
Dengan dzikir, hati kita akan semakin tenang. Seperti firman Alloh:
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Namun, menurut Abah Aos, dzikir semata tidak cukup untuk membuat murid benar-benar kuat. Mengapa? Karena perjalanan spiritual bukan hanya tentang hubungan pribadi antara hamba dan Alloh. Kita juga perlu mendapatkan dorongan dari kisah para wali, doa jamaah, serta keberkahan yang datang melalui perantara amalan manaqiban.
Peran Manaqib sebagai Penopang
Manaqib adalah pembacaan kisah-kisah mulia para wali, khususnya Syekh Abdul Qadir al-Jilani qs. Bagi kalangan tarekat, manaqib bukan sekadar membaca riwayat, melainkan sarana mengambil pelajaran sekaligus penyambung hati kepada para kekasih Alloh.
Dengan membaca manaqib, seorang salik bisa meneladani kesabaran, perjuangan, dan cinta para wali kepada Alloh. Selain itu, manaqib juga memberikan kekuatan batin, karena dari situ seorang murid akan merasa tidak sendirian. Ada doa, ada barokah, dan ada semangat yang menguatkan.
Rasululloh SAW bersabda:
“Sesungguhnya Alloh memiliki para wali. Barang siapa melihat mereka, maka ia akan teringat kepada Alloh.”
(HR. Thabrani)
Membaca manaqib membuat kita seakan duduk bersama para wali, mengenal akhlaknya, lalu menumbuhkan kerinduan untuk mendekat lebih jauh kepada Alloh. Dari sinilah kita paham mengapa dzikir perlu ditopang dengan manaqib.
Sikap Murid: Patuh dan Rendah Hati
Bagi seorang murid, sikap yang utama adalah tawadhu’ (merendahkan hati) dan patuh kepada guru mursyid. Nasihat seorang guru bukanlah kata biasa, tapi hasil pengalaman spiritual yang panjang. Maka kalau Abah Aos menegaskan bahwa dzikir saja tidak cukup tanpa manaqib, kita harus menerimanya dengan penuh yakin.
Alloh berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh, dan taatilah Rasul(-Nya), serta ulil amri di antara kamu.”
(QS. An-Nisa: 59)
Dalam dunia tarekat, guru mursyid termasuk yang dimaksud ulil amri dalam urusan ruhani. Mereka adalah pewaris para nabi yang membimbing umat menuju keselamatan dunia dan akhirat. Maka wajar jika seorang salik menundukkan diri pada arahan gurunya.
Pentingnya Kebersamaan dalam Jamaah
Rasululloh SAW bersabda:
“Sesungguhnya serigala hanya akan memangsa domba yang terpisah dari kawanannya.”
(HR. Abu Dawud dan An-Nasai)
Hadits ini mengingatkan bahwa seorang murid tidak boleh berjalan sendirian. Dzikir pribadi memang penting, tapi kebersamaan dalam jamaah juga sangat dibutuhkan. Ketika kita hadir dalam acara manaqiban, kita mendapatkan banyak keuntungan: doa bersama, semangat jamaah, serta siraman ruhani dari kisah para wali. Semua itu menjadi energi tambahan yang membuat dzikir kita lebih kuat.
Kesimpulan: Perlu Keseimbangan
Dari uraian tadi, jelas bahwa seorang salik harus seimbang. Dzikir adalah inti amalan, tapi tidak boleh meninggalkan manaqib. Dzikir menyambungkan hati kita dengan Alloh, sedangkan manaqib memperkuat semangat dan membawa barokah dari wali-wali Alloh serta doa jamaah.
Sikap terbaik seorang murid adalah mengikuti apa yang dituntunkan guru mursyid. Jika guru mengajarkan bahwa dzikir harus ditopang dengan manaqib, maka itulah jalan yang benar untuk ditempuh. Dengan ketaatan seperti ini, insya Alloh perjalanan ruhani kita akan lebih terjaga dan sampai pada tujuan: mendapatkan ridho Alloh Ta’ala.
Semoga Alloh memberikan kita kekuatan untuk istiqamah dalam berdzikir, rajin menghadiri manaqiban, serta ikhlas mengikuti arahan guru mursyid. Amin ya Robbal ‘Alamin.
Wallohu a'lam.
0 Komentar