Seorang Wali Mursyid yang hidup (Syekh Al Hayyi) memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah Lembaga Thoriqoh, bahkan mutlak harus ada keberadaannya, karena hakekat Thoriqoh itu adalah Wali Mursyid yang masih hidup, sebagaimana sabda Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin dalam kitab Miftashus Shudur:
Maka para Syekh ini sesungguhnya Thoriqoh (jalan) menuju Alloh SWT. Sekaligus penunjuk jalan menuju Alloh SWT, serta pintu tempat masuk menuju Alloh SWT.
Perlu di ketahui bahwa kemursyidan bukan tahta kerajaan yang ketika sang raja wafat maka putranyalah yang harus melanjutkan, sekali lagi bukan tahta kerajaan. Lalu siapa Wali Mursyid itu?. Wali Mursyid yaitu orang yang dengan izin Alloh SWT di pertemukan dengan Mursyid sebelumnya kemudian menerima talqin dzikir darinya, mengamalkan thoriqohnya dengan baik dan istiqomah, mengolah dirinya dengan ilmu yang benar sampai mencapai maqom ikhlas, terbukti akhlak baik, taqwanya sempurna, diberi wilayah (derajat wali) oleh Alloh SWT. Tidak mencari murid, karena dilihat oleh orang lain sempurna ilmu, amal, akhlak, dan rasanya maka banyak orang yang ingin dibimbingnya menuju ma'rifat kepada Alloh SWT. Wali Murysid ini dipilih dan diangkat langsung oleh Wali Mursyid sebelumnya (Mahdun) tidak setiap wali itu Mursyid tetapi setiap Mursyid pasti Wali Alloh.
Wali Mursyid adalah sang penguasa waktu (maalikaz zaman), orang yang paling taqwa pada masanya (atqon naas fi zamanihi). Beliau adalah orang yang sempurna dan mampu membimbing dan menjadikan orang lain jadi sempurna (insan kamil mukammil) dan mampu mewushulkan ruh manusia ke hadrot Alloh SWT.
Beliau adalah seorang yang arif billah, yang menguasai dan konsekwen menjalankan hukum-hukum Alloh SWT ('aalimun billah wabiahkamihi) dan dalam hukum-hukum syari'ah beliau sangat adil dan bijaksana. Pendapatnya dalam menetapkan sesuatu hukum selalu tepat dan adil oleh karena pandangan-pandangannya disinari oleh cahaya ilahi yang murni sebagai buah dari ciri khas bathin dimana hatinya senantiasa thowaf kepada Alloh SWT sepanjang masa (qolbuhu yathuufulloha daaiman).
Seorang Wali Mursyid yang hidup tahu betul seluk-beluk, kisi-kisi jalan dan godaan menuju Alloh SWT. Karena beliau adalah orang yang sudah sampai (wushul) kepada Alloh SWT. Ruh beliau tersambung kepda para Syekh yang sudah wafat sampai kepada Rosululloh SAW dan kepada Alloh SWT. Wali Mursyid yang hidup akan mendiagnosa penyakit-penyakit bathin para muridnya, mensucikan dan membeningkan hawa nafsu para muridnya, menyelamatkan para muridnya dari tipu daya nafsu dan setan dalam perjalanan ruhani. Wali Mursyid yang hidup inilah yang membimbing para muridnya untuk sesegara mungkin bisa wushul/ ma'rifat kepada Alloh SWT.
Dijelaskan dalam Kitab Tanwirul Qulub Halaman 405:
"Telah sepakat para ulama ahli Thoriqoh akan wajibnya semua manusia mengambil seorang guru (Musyid yang hidup) yang bisa menunjukan kepadanya cara menghilangkan penyakit-penyakit bathin yang akan menjadi penghalang akan diterimanya oleh Hadrot Alloh SWT. Supaya menjadi sah hudhur dan khusyu hatinya didalam seluruh ibadah. (Hal ini termasuk kepada qoidah usul fiqih): "Tidak sempurna hal yang wajib kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu hukumnya wajib pula".
Bahkan saking penting berguru kepada Muryid yang hidup walau sampai seribu tahun berjalan harus dilaksanakan sampai bertemu dengannya. Sebagaimana yang disabdakan oleh Syekh Abdul Qodir Al jailani Qs:
"Wahai pemuda, berangkatlah kamu walau menempuh perjalanan seribu tahun untuk menerima dariku satu kalimah !". Lebih lanjut Syekh Abdul Qodir menjelaskan dalam Kitab Sirrul Asror
"Mencari Guru Mursyid (yang hidup) itu wajib untuk mencapai ruh yang menimbulkan hidupnya hati & mengenal Tuhan, Fahamilah !". (Terj Sirrul Asror hal 170).
"Bimbingan bathin ini ada karena adanya pembimbing dhohir yaitu dari ahli talqin (Mursyid yang hidup). (Terj. Sirrul Asror hal 170).
"Begitu pula para aulia (wali) yang sudah terkait diakhirat, mereka tidak akan memberikan keirsyadan pada tujuannya (tidak langsung membimbing murid lagi), Fahamilah !. Jika engkau memang seorang yang ahli pemahaman". (Terj. Sirrul Asror hal 173)
"Para Syekh yang sudah meninggal turut mengucurkan berbagai rahasia kepada Syekh yang masih hidup, juga tajalli dan keberkahan".
Imam Abdul Wahhab As Syaroni menjelaskan tentang pentingnya mencari Syekh Mursyid yang hidup sebagaimana yang tertera didalam Anwarul Qudsiyah. (Lihat pada Anwarul Qudsiyah terjemahan Ust H Ali Bin H Muammed Singapore yang juga ditanda tangani/ disetujui seluruh isinya oleh Abah Anom halaman 18).
"Jika seorang Syekh Mursyid awal yang membimbing seorang murid telah wafat, maka ia wajib mencari penggantinya yang dapat meneruskan bimbingannya atau yang bisa menambah nilai bimbingannya dari Mursyid yang pertama sebab perjalanan ruhani tidak berhenti". Karena perjalanan ruhani tidak berhenti maka thoriqoh tidak harus tetap dibawah seorang Syekh Mursyid".
Syarat Mursyid pelanjut adalah yang tidak lepas dari ikatan bathin dengan Mursyid sebelumnya atau dengan kata lain adalah yang benar-benar warosatul anbiya, warosatus suluk, mewarisi ilmu para Mursyid sebelumnya sampai kepada Rosululloh SAW.
Masih dalam kitab Anwarul Qudyiyah dijelaskan:
"Seperti yang dilakukan oleh guruku Syekh Muhammad As Syanawi, setelah guru ruhaninya (Syekh Muhammad As Sarwi) wafat, belau merapat dan bergabung kepada Syekh Ali Al Murshifi, dijadikan sebagai Guru Pembimbing ruhani-nya, padahal ia telah mendapat izin dari al marhum gurunya untuk mentalqin dan membimbing yang lain".
Mencari Murysid yang hidup setelah wafatnya Syekh Murysid yang pertama tidak mungkin bisa terjadi kecuali bagi murid/ salik yang benar-benar dalam thoriqoh-nya. Adapun bagi murid yang tidak benar-benar dalam thoriqohnya, setelah mendapat izin mentalqin dari gurunya, tidak akan ada toleransi kepda dirinya (tidak akan mau) bergabung mengambil talqin dari Syekh pelanjut. Hal tersebut merupakan tanda terbesar bahwa ia telah terpedaya dengan keadaan-nya dan merupakan tanda pertama terkelabui/ tertipu dengan adanya izin mentalqin dari gurunya.
Betapa penting keberadaan Syekh Mursyid yang hidup bahkan Wajib adanya karena beliau adalah pintu masuk dan mata rantai silsilah yang menghubungkan kepada para Arwahul masyayikh kepda Rosululloh SAW sampai kepada Alloh SWT.
Lalu siapakah Syekh Al Hayyi (Mursyid yang hidup) pelanjut kemursyidan Syekh Ahmad Shohubul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) Qs itu?. Abah Anom sendiri yang menjelaskan kriteria/ sifat keberadaan penerusnya dalam kitabnya Miftahus Shudur.
"Tiada seorang Nabi pun (penulis: dan para penerus Nabi/ Sali Mursyid pun) kecuali ia mempunyai seorang shohib yang mendapatkan petunjuk dengan petunjuknya, meniti, menapaki jejak (bekas) amaliyah-nya, mengikuti madzhab haluan-nya, memberi petunjuk dengan petunjuk-nya kemudian menggantikan tempat-nya dan berdiri tegak didalam maqom-nya.
Hal ini bukan hanya tulisan tanpa arti, inilah ketetapan Abah Anom Qs bahwa beliau mempunyai seorang shohib yang bener-benar ittba kepadanya dalam segalanya. Lalu siapakah shohib yang dimaksud yang benar-benar mushohabah kepada Abah Anom Qs?.
Alhamdulilah, penulis memperhatikan semua kriteria yang dijelaskan oleh Abah Anom tersebut ada dalam Hadroti Syekh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al Qodiri An Naqsabandi Al Kamil Mukammil Qs.
Gelar Saefulloh Maslul diberikan oleh Syekh Ahmad SHohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) pada tahun 1980.
Gelar Al Qodiri diberikan oleh Syekh Hasyimuddin (cucu Syekh Abdul Qodir) di Madrosah Syekh Abdul Qodir Baghdad Irak pada hari kamis, 1 November 2013/ 27 Dzulhijjah 1434 H.
Gelar An Naqsyabandi diberikan oleh Syekh Afifuddin (Cucu Syekh Abdul Qodir) dipesantren Peradaban Dunia Jagat'arsy International BSD Tangerang Selatan. Pada hari Jumat malam Sabtu, 14 Maret 2014/ 13 Jumadil Awal 1435 H.
Gelar Al Kamil diberikan oleh Prof DR Syekh Fadhil Al Qodiri Al Hasan (cucu Syekh Abdul Qodir) di Pesanren Sirnarasa tanggal 10 Februari 2014/ 10 Robiuts Tsani 1435 H.
Dengan penjelasan diatas cukup jelas dan terang bagi kita semua bahwa betapa pentingnya ada penerus kemursyidan sepeninngal Abah Anom untuk senantiasa mengestafetkan, mengambil dan melestarikan TQN PP Suryalaya agar tetap sebagai salah satu Thoriqoh Mu'tabaroh.
Alloh SWT berfirman:
"Sesungguhnya mahluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Alloh ialah mereka yang tuli dan bisa (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu orang-orang tidak mau mengerti" QS Al Anfal :22
Al Quran Surat Al-Kahfi 17
"Barang siapa yang Alloh memberi petunjuk (kepadanya) maka dia adalah orang yang mendapat petunjuk dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka engkau tidak akan mendapat Wali Mursyid (seorang penolong yang dapat memberi petunjuk agar sampai kepada Alloh SWT)". QS Al Kahfi : 17.
Dalam kitab Al-Ghunyah Li Tholibi ila Thoriqil Haq hal 164, Syekh Abdul Qodir menjelaskan: "Maka jadikanlah Guru Mursyid itu menjadi perantara dan penyambung antara dirimu dengan Tuhanmu, dan jadikan pula sebagai jalan yang menjadi sebab sampainya kamu kepada Alloh SWT.
Dalam Haldist Rosululloh SAW memerintahkan untuk senantiasa mencari penghubung.
"Berhubunganlah dengan orang (Guru Mursyid) yang menjadi perantara kamu dengan Tuhanmu. Maka beruntunglah kamu atas hubungan itu" (HR. Ibnu Majah, Kitab Faturrobani 79).
Syekh Abi Yazid al Busthomi bersabda dalam kitab Khozinatul Asror Hal 139 dan Tanwirul Qulub hal 525
"Barang siapa yang tidak mendapatkan Mursyid maka setan menjadi Mursyidnya"
"Barang siapa yang tidak mendapatkan Guru Murysid maka telah berlari menuju setan".
Syekh Mursyid itu harus dan pasti seorang 'alimbillah yaitu orang yang sangat tabahur (luas, dalam, tinggi) ilmunya yang dengannya ia takut kepada Alloh SWT. Sebab kalau tidak tabahur lmunya bagaimana mungkin bisa memberi petunjuk kepada manusia yang lain. Sebagaimana Syekh Abdul Qodir Jaelani menyatakan: "Tidak seyogyanya seorang murid berkumandang dan duduk dibagian bila Alloh telah memberinya ilmu para ulama, strategi para raja, dan hikmah para hukama".
Maka Syekh Mursyid sudah pasti harus seorang ulama. Ulama disebut dalam hadist sebagai pewaris Nabi, maka dapat dikatakan bahwa Mursyid adalah pewaris Nabi. Seorang Mursyid hanya mengikuti ajaran (Syariat) Nabinya. Hal ini dikatakan oleh Syekh Abdul Qodir Jaelani ketika membedakan antara Nabi dan Wali Mursyid. Beliau berkata: "Wali Mursyid hanya diutus kepada orang-orang tertentu dengan tidak membaya syariat sendiri, karena ia tidak memiliki kemampuan kecuali hanya mengikuti Nabinya. Jika ia mengaku membawa syariat sendiri, maka kufurlah ia".
Sekali lagi penulis tegaskan bahwa Wali Mursyid tidak membawa syariat baru tapi membawa pemahaman yang baru terhadap Al-Quran dan As Sunah yang mana pemahaman itu belum diketahui oleh seseorang pun sebelumnya. Antara Nabi dan Wali Mursyid yang pasti hanya memiliki kesamaan dalam tugas dan fungsinya yakni menyampaikan dan menyebarkan risalah dinul islam dan sebagai pintu masuk ke Hadrot Alloh SWT bagi siapa saja yang yakin serta teguh, patuh atas aturannya.
Hakikatnya Mursyid yang sebenarnya adalah Alloh yang Maha Pemberi Petunjuk. Jadi kalau ada seorang murid yang menginginkan menjadi Syekh Mursyid berarti dia ingin menjadi Alloh. Na'udzubillahi min dzalik. Alloh SWT berfirman:
"Seseungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal" (QS Hud : 87)
Kemudian Mursyid inipun berkesinambungan hingga sampai kepada Rosululloh Muhammad SAW lalu kepada khulafa rosyidin terus sambung menyambung hingga sampai hari pembalasan. Jadi Kemursyidan tidak berhenti Alloh SWT berfirman dalam Al Quran:
"Sesungguhnya orang-orang yang telah bersumpah setia dihadapanmu sesungguhnya mereka bersumpah setia kepada Alloh. Tangan Alloh diatas tangan mereka" (QS Al Fath 10).
"Dan mata rantai silsilah itu merupakan penyambung hubungan yang harmonis antara ruh para Syekh yang sudah meninggal dengan Syekh yang masih hidup agar terhubung sampai kepada Rosululloh SAW kemudian kepada hadirat Alloh Azza wa jalla" (Miftahus Shudur Pasal A)
Syekh Ali Al-Khowash berkata: "Tugas para Syekh Mursyid adalah mengajar manusia bertata-krama dan cara memfokuskan hatinya kepada Alloh SWT. Saudara, ketahuilah seorang murid tidak akan sampai ke tingkat Qurbah tertinggi sebelum ia bergaul erat dengan Syekh Mursyidnya, bertata-krama dan mengabdi kepada-nya. Seorang murid yang mengaku berthoriqoh tanpa bimbingan seorang Syekh Mursyid maka pembimbingnya adalah iblis. Andaikata ia sampai karomah, maka hal itu tiada lain kecuali istidroj seperti halnya keluar-bisaaaan yang diberikan kepada dajjal diakhir masa".
Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sangat penting bagi seorang murid/ salik yang sedang belajar menempuh perjalanan ruhani mempunyai Guru Mursyid yang hidup yang senantiasa membantu menghilangkan penyakit-penyakit bathin, membimbing, menunjukan, merawat, menyirami ruh sehingga menjadi lebih baik dan mampu sampai serta mengenal Alloh SWT.
Tashowuf dengan Thoriqohnya bukan sekedar ilmu yang dibaca dan dihafal. Lalu dipraktekan menurut selera masing-masing. Tashowuf dengan Thoriqohnya pada intinya adalah ilmu kerohanian (bathin) yang membutuhkan seorang Guru Besar yang ahli untuk membimbing manusia agar bisa mengenal Tuhan-nya. Dialah Wali Mursyid yang bukan hanya mengatkan Alloh itu Esa dengan segala sifat-sifat-Nya tapi juga bisa mengantarkan muridnya langsung bertemu dengan Alloh SWT. Jadi Wali Mursyid yang hidup mutlak harus 'ada' dalam sebuah lembaga thoriqoh.
0 Komentar