"Siapa yang meniup balon melebihi kapasitas balon itu sendiri, jangat kaget kalau balon itu meletus di depan wajahnya sendiri," demikian ujar para bijak yang masa kecilnya akrab dengan balon. Sepertinya, sebagian besar kita atau bahkan keseluruhan kita memiliki pengalaman dengan balon dalam berbagai macamnya. Ternyata, ada pesan bagus yang diajarkan balon itu seperti nasihat perumpamaan di atas.
Makna nasehat itu adalah jangan memuji seseorang melebihi kenyataan
yang sesungguhnya. Kalau dilakukan maka pada saatnya pasti akan meledak,
terbongkar aslinya, dan mengagetkan banyak orang. Orang yang kaget akan
berkata: "O ternyata cuma segitu, katanya segini, ternyata hanya
pencitraan yang berlebihan." Rentetan akibatnya panjang sekali sampai
pada munculnya sikap ketidakpercayaan publik pada figur yang dicitrakan
itu.
Yang paling aman sesungguhnya adalah membiarkan segala sesuatu itu berjalan alami, dinilai publik secara alami dan dicintai publik juga secara alami. Yang alami akan lebih meyakinkan dan awet dalam pujian. Bacalah sejarah tentang orang-orang besar masa lalu yang khabar kebaikannya secara alami berjalan dari mulut ke mulut sampai saat ini. Mereka adalah orang-orang yang iklannya bukanlah tulisan di spanduk, banner dan foto diri sepanjang jalan dan pojok gang, di tiang listrik ataupun pohon menjulang, melainkan akhlak, pengabdian dan warisan kebijakan yang bijak untuk generasi berikutnya.
Saatnya kita mencari tokoh teladan yang alami, yang banyak belajar menjadi bijak dari tetesan tinta para ulama dan tetesan air mata masyarakat yang di dalamnya dia tumbuh berkembang. Tokoh teladan alami bukanlah tokoh tiban, tokoh yang tiba-tiba menjadi tokoh, tanpa memiliki akar kuat dalam masyarakat. Tokoh alami bagaikan pohon terbaik yang akarnya menghunjam kuat dalam bumi sementara dahannya penuh buah yang tersebar sampai seluruh ujung.
Adakah tokoh seperti itu? Saya yakin ada. Hanya saja mereka sering bersembunyi dari hiruk pikuk dunia, tak banyak diliput media, luput dari perhatian banyak orang yang matanya terbutakan oleh debu-debu keserakahan. Mari kita cari bersama untuk "bernaung" di bawahnya agar merasakan dinginnya nenaungan agama dan sejuknya angin sepoi kemanusiaan.
Nara Sumber :
H. Akbar Mardani
(Wakil Talqin TQN PP Suryalaya)
Yang paling aman sesungguhnya adalah membiarkan segala sesuatu itu berjalan alami, dinilai publik secara alami dan dicintai publik juga secara alami. Yang alami akan lebih meyakinkan dan awet dalam pujian. Bacalah sejarah tentang orang-orang besar masa lalu yang khabar kebaikannya secara alami berjalan dari mulut ke mulut sampai saat ini. Mereka adalah orang-orang yang iklannya bukanlah tulisan di spanduk, banner dan foto diri sepanjang jalan dan pojok gang, di tiang listrik ataupun pohon menjulang, melainkan akhlak, pengabdian dan warisan kebijakan yang bijak untuk generasi berikutnya.
Saatnya kita mencari tokoh teladan yang alami, yang banyak belajar menjadi bijak dari tetesan tinta para ulama dan tetesan air mata masyarakat yang di dalamnya dia tumbuh berkembang. Tokoh teladan alami bukanlah tokoh tiban, tokoh yang tiba-tiba menjadi tokoh, tanpa memiliki akar kuat dalam masyarakat. Tokoh alami bagaikan pohon terbaik yang akarnya menghunjam kuat dalam bumi sementara dahannya penuh buah yang tersebar sampai seluruh ujung.
Adakah tokoh seperti itu? Saya yakin ada. Hanya saja mereka sering bersembunyi dari hiruk pikuk dunia, tak banyak diliput media, luput dari perhatian banyak orang yang matanya terbutakan oleh debu-debu keserakahan. Mari kita cari bersama untuk "bernaung" di bawahnya agar merasakan dinginnya nenaungan agama dan sejuknya angin sepoi kemanusiaan.
Nara Sumber :
H. Akbar Mardani
(Wakil Talqin TQN PP Suryalaya)
1 Komentar
This blog a article is nice and I really like, thank you for sharing!
BalasHapus