Tasawuf
Hamka dapat menjadi solusi alternatif terhadap kebutuhan spiritual dan mampu
menjadi instrumen pembinaan moral manusia modern, karena tasawuf merupakan
tradisi yang hidup dan kaya dengan doktrin-doktrin metafisis, kosmologis, dan
psiko terapi relijius yang dapat menghantarkan kita menuju kesempurnaan dan
ketenangan hidup, yang hampir hilang atau bahkan tidak pernah dipelajari oleh
manusia modern. Seorang penganut tasawuf modern tidak harus lari dari kehidupan
duniawi tetapi justru harus terlibat aktif dalam masyarakat. Mempraktekan
tasawuf secara aktif dalam setiap aktifitas manusia modern dan menjadikan
tasawuf sebagai alat bantu dalam mengingatkan dan membangunkan orang modern
dari tidur spiritualnya yang panjang dan mencampakan nilai-nilai moral yang
bersumber dari agama, tasawuf dapat dipraktekan hanya dalam kerangka syari’ah.
Islam
adalah agama yang didirikan diatas tiga pilar utama, yaitu: Islam jika
memandang pada amal perbuatan, iman jika memandang pada aqidah yang
mengerakkan, dan Ihsan jika memandang pada kesempurnaan realisasi dan tujuan
dari perpaduan iman dan amal perbuatan. Ketida pilar ini dalam terminologinya bisa
jadi mengalami perubahan, termasuk yang paling terkenal yaitu terminology fiqh,
Tauhied dan Tasawuf. Akan tetapi sepanjang sejarahnya umat Islam senantiasa
berusaha menerapkan ketiga pilar tersebut. Generasi awal Islam adalah mereka
yang menyatukan antara keluasan ilmu pengetahuan dan kedekatan diri dengan
Allah SWT. Kemudian dari mereka, lahirlah generasi-generasi yang mempunyai
kecintaan hati kepada Allah sekaligus ilmu yang dapat menerangi jalan mereka
menuju Allah. Mereka adalah ilmuwan (Ulama/Alim) sekaligus pendidik
(Murabbun/murabby) dalam waktu yang bersamaan.
Dari
sana, terjadi perkembangan yang besar dalam ilmu-ilmu keislaman secara umum,
dimulai dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan diantaranya dalam bentuk
madrasah-madrasah, pesantren-pesantren dan universitas-universitas yang
memperhatikan ilmu-ilmu keislaman. Akan tetapi, sekarang lembaga-lembaga
pendidikan tersebut mengalami kemunduran karena mengesampingkan pilar Ihsan
atau yang disebut sebagai tasawwuf. Penyebabnya adalah pemisahan antara
pengajaran praktis dengan (fungsi) guru dan pendidik, yaitu dengan semakin
sulitnya ditemukan guru pendidik sekaligus bisa menjadi teladan moral
sebagaimana ulama salaf dahulu.
Makna
Tasawwuf
Tasawwuf mempunyai dua makna: makna pertama lebih ditekankan pada usaha mensucikan jiwa, dan bersunggu-sungguh dalam mematuhi Allah dan meneladani Rasulallah SAW. hingga jiwa menjadi bersih dan memantulkan haqiqat dan rahasia ketuhanan. Inilah yang disebut sebagai Ilmu Muamalah dalam menempuh jalan kepada Allah, yaitu dengan memperbaiki dan membingbing hati, memurnikannya untuk Allah dari selain Allah. Tasawuf, dalam makna ini, harus bersumber dari sumber yang suci dan berpijak pada kaidah syariah yang benar. Sebagaimana yang disebutkan oleh seorang tokoh besar Sufi Syekh al Junaid: “Ilmu kita ini terikat dengan Kitab dan Sunnah….”
Makna kedua adalah dzauq dan perasaan hati, atau hasil-hasil kasyaf yang dialami dan dirasakan oleh para salik(penempuh jalan Allah). Makna yang kedua ini adalah husus untuk para pelakunya, tidak bisa diungkapkan atau ditulis atau diisyaratkan, tidak pula dapat dijadikan sebagai hukum syari’at atau argumentasi hukum, juga tidak mungkin dikatakan dalam ungkapan dan bahasa apapun, karena merupakan perasaan hati yang tidak mungkin dapat diuraikan dengan kata-kata. Pada makna yang kedua ini, sebagian guru sufi mengisyaratkan: “perngetahuan kita tentang ini hanyalah isyarat.” Inilah yang disebut dengan Ilmu Mukasyafah, yaitu cahaya yang terpancar dari hati dalam pencapaian pada penyatuan dengan Tuhan Semesta Alam. Bagi seseorang, hendaknya menjalankan tasawuf dengan makna yang pertama, sehingga dapat diraih rahasia makna yang kedua.
Kenapa harus Tasawuf
Islam adalah agama yang menjungjung tinggi peranan akal dan membuka diri terhadap pemikiran-pemikiran baru, serta mendorong intraksi praksis maupun teoritis terhadap fenomena alam. Pada saat yang sama, islam juga menekankan pada keterjagaan hati dan ketulusan rasa dan menjadikan iman sebagai ruh penggerak bagi hati yang dinaungi cinta dan kebaikan sekaligus ditandai dengan kebenaran. Islam bukanlah teori-teori praksis dan ekonomis belaka yang terlepas dari bimbingan ketuhanan. Ia adalah sikap hati yang terbuka lapang, dimana cahaya cinta bersinar dari seluruh dingding-dingdingnya. Hati yang sangat terikat dengan Tuhan yang menciptakannya, senantiasa mencari jejak Sang Pencipta di alam raya ini.
Sebenarnya tidak ada pemisahan antara pemikiran yang tercerahkan dan sikap hati yang terpuji. Validitas pemikiran seyogyanya berjalan seiring dengan validitas tindakan dan sikap. Akan tetapi dalam prakteknya konsep yang sudah menjadi aksioma ini sering terkendala. Tasawuf adalah solusinya. Karena Tasawuf menjawab secara tuntas pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana kita menumbuhkan rasa akan keagungan Allah dan sikap khusuk terhadap-Nya? Bagamana kita dapat menghayati keimanan kita sehingga tidak hanya mengambang di permukaan akan tetapi menjadi landasan bertindak dan bersikap? Bagamana mentranformasikan ma’rifat akan Allah untuk mendorong tumbuhnya karakter dan sikap terpuji? Bagaimana seseorang bisa mencintai Allah sehingga secara naluriah akan senantiasa mematuhi dan mencari keridhaan-Nya? Menjadikan kecintaannya kepada Allah sebagai penggerak yang secara otomatis menjauhkan dirinya dari perbuatan maksiat dan durhaka? Dan bagaimana agar seseorang dapat memandang penampakan-penampaka Allah dalam semua ciptaanNya, menyaksikan nama-nama Allah yang baik dalam setiap diam dan gerakan kapan dan dimanapun saja?
Bagaimana Bertasawuf
Tasawuf adalah program pendidikan yang focus pada penyucian jiwa dari segala penyakit yang menghalangi manusia dari Allah SWT. sekaligus meluruskan penyimpangan-penyimpangan kejiwaan dan tindakan dalam masalah yang berkaitan dengan hubungan seorang hamaba denga Tuhannya, dengan dirinya dan dengan orang lain. Ia adalah metode pendidikan ruhani dan praksis untuk mengangkat seseorang ke tingkat ihsan yang dijelaskan oleh Nabi SAW. sebagai; “hendaknya kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, kalau kamu tidak melihat-Nya maka Allah sesungguhnya melihat dirimu.”
Oleh karena itu, orang yang hendak mempelajari tasawuf harus mengambil ilmu ini dari sumbernya yang dipercaya. Dibawah bimbingan seorang guru, menghirup apa yang sang guru hirup, dan melalui tahapan-tahapan yang sang Guru lalui. Syekh Ata’illah al Iskandari berkata: “Orang yang hendak mencari tahu, dan menempuh jalan petunjuk, seyogyanya mencari guru dari kalangan ahli dalam bidang ini, yang telah menempuh jalan petunjuk, dan senatiasa meninggalkan hawa nafsunya, serta mempunyai pijakan yang kuat dalam menghambakan diri kepada Tuhannya. Kalau ketemu, maka hendaklah mematuhi apa yang sang guru perintahkan dan menghindari dari apa yang sang guru larang.”
0 Komentar