Jika melihat perkembangan dunia pendidikan yang seperti itu,
kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Semua juga ikut bersalah baik dari
gurunya maupun orang tua murid itu sendiri. Karena tingkah laku atau akhlak
dari para pelajar tidak bisa diletakkan hanya di pundak para guru. Melainkan
melibatkan semua unsur. Baik dari lingkungan sekolah, keluarga dan faktor eksternal
lah yang sangat berpengaruh untuk perkembangan jiwa para pelajar.
Sebenarnya di sekolah di ajarkan mata pelajaran agama, tapi
seakan-akan tidak ada pengaruhnya sama sekali. Namun dapat kita bayangkan bahwa
mata pelajaran agama itu sendiri cuma 2 SKS diajarkan, lebih kurang 2 jam dalam
satu minggu. Hal itu tidaklah cukup untuk membentengi tingkah laku mereka.
Padahal godaan dunia semakin lama semakin universal. Sedang disekolahan dan di madrasah yang nota bene diajarkan lebih banyak tentang
mata pelajaran seperti Sejarah Islam dan Akhlaq saja, kadang masih banyak
lubang disana-sini. Maksudnya bahwa pengaruh lingkungan itu lebih besar
terhadap tingkah laku para pelajar. Jika mereka mempunyai masalah jarang sekali
membicarakannya kepada orang tua, maupun guru. Mereka lebih percaya kepada
teman daripada kepada orang tua atau guru yang menjadi pembimbing. Mungkin jika
pengaruh positif yang mereka dapatkan bisa membantu dan memberi solusi, namun jika
melihat gejalanya kebanyakan negatifnya yang mempengaruhi mereka. Yang paling
utama adalah tauladan dan perilaku para guru itu sendiri. Ada pepatah yang
mengatakan , “guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari”. Disini bukan
mencari kesalahan para guru atau peran orang tua. Namun jika para guru tidak
memberikan tauladan yang baik, maka para murid pun tidak akan menghormati guru
bahkan kepada orang lain pun akan cuek. Untuk itu dibutuhkan guru yang
benar-benar guru, bukan guru sebagai profesi.
Pandangan dunia tasawuf untuk memperbaiki hal tersebut
adalah untuk masa peralihan seperti mereka yang sedang giat-giatnya mencari
jati diri agaknya terlalu dalam. Namun
tidak menutup kemungkinan itu bisa mempengaruhi perilaku mereka jika kita coba
terapkan. Namun sebagian kecil dasarnya
saja kita bahas. Pandangan tasawuf yang tidak kalah pentingnya untuk
diaktualisasikan pada dunia pendidikan modern ini adalah masalah psikoligis,
adab dan akhlaq. Yaitu psikoligis dalam proses transmisi keilmuan antara guru
dan murid, suatu yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang untuk
menguasai suatu ilmu. Artinya dengan pengetahuannya, seseorang dapat
menghayati ilmunya dengan baik dan dapat
mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang murid harus menjaga kondisi psiklogis dirinya dan
psikologis gurunya. Dia harus mempersepsikan gurunya dengan baik, mencintai dan
mengagungkan, serta berprasangka yang baik dengan gurunya, dan menjaga persepsi
guru terhadap dirinya supaya baik.
Dengan dasar pemikiran itu tadi maka, adab (etika) sangat
penting diaktualisasikan dalam dunia pendidikan modern. Seperti hormat, rendah
diri dihadapan guru, ta’dzim (menjunjung tinggi martabat guru) dan khidmah
(melayani kepentingan guru) murid terhadap guru. Demikian motifasi dan spirit
transfer ilmu guru kepada murid dengan niat yang tulus dan doa-doa yang baik
harus senantiasa mengalir kepada murid. Dengan rasa sayang yang tulus terhadap
murid maka ilmu sang guru akan di tangkap dengan baik oleh afeksi murid.
Adab kepada guru, merupakan ajaran yang prinsip dalam ajaran
islam, bahkan syarat dalam riyadhoh seorang murid. Hal yang sedemikian
ini karena diyakini bahwa hubungan antara guru dan murid melestarikan tradisi
sunnah di masa Nabi. Kedudukan murid menempati peran sahabat dan guru sebagai
Nabi dalam hal bimbingan (irsyad) dan pengajaran (ta’lim). Menjaga etika guru
dan murid ini dapat dianalogkan dengan mengisi air. Jiwa guru sebagai wadah
ilmu, sedangkan jiwa murid sebagai wadah air, yang akan menerima air dari sang
guru. Maka menjaga akhlaq adalah mengatur posisi wadah ainyar guru (perasaan
dan hati guru) dan wadah airnya murid (perasaan dan hati murid) yang dikenal
dengan istilah afeksi, agar jiwa murid dapat terisi jiwa guru.
Adab kepada guru ini tersimpul dari rasa cinta seorang murid
terhadap gurunya, dengan sebenar-benarnya cinta. Hormat dan ta’dzim berarti
meninggikan posisi guru sebagai wadah ilmu, sedangkan meremehkan berarti
merendahkan posisi dari wadah ilmu tersebut. Intinya bahwa keikhlasan,
kejujuran, suri tauladan, serta akhlaq dan adab, akan membentuk karakter dari
para murid. Jika kesemua itu diabaikan oleh para guru maka cita-cita untuk
menjadikan murid yang berbakti dan berakhlaq baik bagaikan api jauh dari
panggang.
sufinews
0 Komentar