Pada tulisan kali ini kami ajak Anda, Saudara Muslim sekalian, menapaki setingkat lebih tinggi kaji agama kita, yaitu ke dalam pembicaraan tauhid. Pembicaraan ini wajib dibaca dengan paham. Jangan dengan tersalah paham. Sebab ini Pengajian 80.000 hakikat ke atas. Kaji yang disampaikan Nabi Muhammad Rasulullah Saw. kepada golongan warisatul anbiya, yaitu kaum khawwasul khawwas: waliyullah, arif bilah, ulama-ulama mutahaqama, dan ulama-ulama al-paham.
Yang akan berlaku dalam kajian ini bagi Anda, insyaAllah adalah ayat berikut.
Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka Barangsiapa melihat [kebenaran itu], maka [manfa'atnya] bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta [tidak melihat kebenaran itu], maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku [Muhammad] sekali-kali bukanlah pemelihara [mu]. [Q.S. Al-An`am: 104]
Maksudnya, jika Allah berkenan mengaruniakan paham pada Anda, kemanfaatannya bagi Anda sendiri. Sebaliknya, jika Anda membaca ini dengan tersalah paham, artinya kaji ini bisa jadi kemudharatan bagi Anda. Jadi, berhati-hatilah mengambil paham dari bacaan ini. Bila ada yang perlu ditanyakan, jangan diam lalu Anda berkoar-koar fitnah pada kami. Kami berani menyampaikan ini untuk publik sebab pengetahuan ini adalah hak bagi setiap umat Muhammad Saw. dan kewajiban menyampaikan bagi yang sudah memahami. Berprasangka baik, itu yang utama di sini. Mudah-mudahan Allah memahamkan. InsyaAllah. Aamiin.
Untuk diketahui saja, penghabisan perjalanan ilmu yang kami sampaikan di bawah ini, telah terjadi pembuktian nyatanya atas hamba-hamba Allah yang ikhlas dan khusyuk-tawadhu serta sabar menggali pahaman ini dan istiqamah mengamalkan petuntuk praktiknya. Padahal beliau-beliau ini belum pernah berjumpa tatap-muka langsung dengan kami. Beliau-beliau ini hanya bermodalkan yakin akan kebenaran ilmu yang kami sampaikan. Nanti kami sampaikan juga siapa-siapa saja pribadi ikhlas yang meraih karunia besar risalah Nabi Muhammad Rasulullah Saw ini. Ridalah keramat terbesar dari Allah Azaa wa Jalla.
Yang di atas itu sama sekali bukan iklan pengajian kami. Ini sekadar petunjuk bagi Anda mengenai apa yang semestinya Anda minta dari guru-guru Anda semua. Ini pun sekadar mengamalkan sunnah Rasulullah Saw. yang tuntutannya nyata kami rasakan sendiri. Sunnah yang dimaksud ada di bawah ini:
"Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya". [H.R. Bukhari-Muslim]
MIN NUURIHI NABIYIKA
Sebelum Tuhan menciptakan Nur Muhammad, terdahulu ditajallikan dari Diri Tuhan sendiri Cahaya Diri-Nya. Tentulah, Cahaya Diri Tuhan itu menabiri Diri-Nya. Karena Cahaya Tuhan itu berdirikan Tuhan. Bukan Tuhan berdirikan Cahaya dan bukan Tuhan bukan berupa cahaya. Dan Cahaya Diri Tuhan itu bernama Nur. Ingat, Nur itu Nama, bukan berarti Nur itu berupa cahaya atau Nur berarti cahaya. Nama bagi Nur.
Oleh ulama mutahaqama dan ulama-ulama al-paham serta para alim sufi, dikatakanlah Nur itu sebagai Nur Ilahi dan dikatakan juga Nur Allah. Jadi, Cahaya Diri Tuhan itu bernama Nur, bernama Ilahi juga, bernama Allah juga.
Jadi, yang disebut Nur itulah Cahaya Diri Tuhan.
Jadi, yang disebut Ilahi itulah Cahaya Diri Tuhan.
Jadi, yang disebut Allah itulah Cahaya Diri Tuhan.
Jadi, Cahaya Tuhan itu bernama Nur.
Jadi, Cahaya Tuhan itu bernama Ilahi.
Jadi, Cahaya Tuhan itu bernama Allah.
[Setelah Anda memahami uraian di atas, ketika kini Anda menyebut "Allah", baru Anda sudah benar-benar sekaligus mengacu kepada Diri Tuhan Pribadi. Kini baru Anda sudah bisa disebut mengenal Allah.]
Dari Nur Allah [Cahaya Tuhan] ini maka jadilah Nur Muhammad. Jadi, Cahaya Tuhan inilah yang bersifat Jalal [Kebesaran Allah]. Inilah Kebesaran Tuhan. Telah ada meliputi sekalian alam. Dan Nur Muhammad ada juga sekarang ini.
Jadi, Cahaya Nur Allah dengan Cahaya Nur Muhammad itu bergaul tapi tidak bersekutu atau bercampur tetapi tidak satu; satu tetapi tidak bercampur. Untuk mendekatkan paham, secara syariat kita umpamakan bergaulnya air tawar dan air asin yang ada di muara sungai. Bercampur tetapi tidak satu; satu tetapi tidak bercampur.
Laulaka makhalaqtu aflaka min nuurihi nabiyika.
"Aku jadikan segala sesuatu daru Nur Muhammad.
Jadi jasad kita ini kejadiannya dari Nur Muhammad. Dan setiap jasad tentu ada ruh. Dan ruh itu kejadiannya dari Zat.
Innallaaha ruuuhu Nabi Shalallaahu `alaihi wasalam fii zaatihi.
Aku jadikan ruh Nabi Muhammad Saw. dari Zat Allah.
Jelaslah sekarang kejadian jasmani kita ini dari Nur Muhammad. Kejadian Ruh dari Zat Allah. Jadi diri kita ini Zat-Sifat. Zat-Sifat itu diri siapa? Diri Allah. Jadi manusia ini Diri Allah
Sedangkan Allah itu Qadim.
Sudah bisa membedakan qadim dan baharu, itulah makrifat. Makrifat yang sebenarnya ialah dapat membedakan Qadim dari muhaddas.
Zat dan Sifat tidak punya warna-warni. Hakikat Zat yang sebenar-benarnya adalah Muhiith: meliputi sampai ke zarah-zarah sekali pun. Tuhan memberi tahu, "Innahu bi kulli syai`in muhiith". Ingatlah, Diri Tuhanmu meliputi segala sesuatu.
Dalam ilmu tauhid, yang dikatakan 'segala sesuatu' itu ialah alam. Sedangkan Tubuh Allah ta`ala itu meliputi sekalian alam. Jadi, apa Allah itu? Tubuhnya alam.. Tubuh alam itu wajib Mahasuci. Yang dikatakan Mahasuci itu bersih, tidak berwarna, tidak ada rasa, tidak ada bau, tidak bertempat, meliputi sekalian alam.
Supaya jelas dan tidak bingung, yang dikatakan tubuh alam itu Maharuang.
Karena hakikat zat itu Muhiith. Jadi Maharuang itu adalah Zat-Mutlak. Zat-Mutlak inilah tubuh sekalian alam. Inilah Tubuhnya Allah Ta`ala.
Karena Tubuh Allah Ta`ala itu Mahasuci dan karena Zat-Mutlak, dikatakanlah tubuh Ruh Qudus. Tubuh Ruh Qudus inilah Rahasia Tuhan. Inilah kemuliaan dan keagungan Tuhan. Ruh Qudus inilah yang berkuasa atas setiap diri manusia. Kenalilah Diri Rahasia Tuhan ini, yang ada di dalam diri kamu: di sama-tengah hatimu; di pusatmu! [pusar]. Inilah diri Muhammad Rasulullah Saw. Diri inilah yang bermahkota. Mahkotanya disebut budduhun.
Tajalli Ruh Qudus inilah dikatakan tajalli Allah. Bukan Allahnya yang tajalli, melainkan Rahasia Diri Allah itu yang tajalli meliputi jasad. Kalau dia sudah meliputi jasad, satu dengan jasad, maka jasad dan ruh tidak becerai. Mati sekalipun, kalau Ruh Qudus keluar meliputi jasad, satu dengan jasad, inilah yang dikatakan "Orang yang bangun dengan jasmani dan ruhani. Hiduplah dia dari alam barzakh dan alam akhirat. Kalau ruhani saja bangun, sedangkan jasmani tidak, binasalah jasad. Tidak sampai yaumil qiyamah, karena binasa.
Kalau tidak bercerai, hiduplah kita sampai yaumil qiyamah. Melihatlah kita yaumil qiyamah. Melihatlah kita bagaimana siksanya orang-orang kafir, bagaimana siksanya para jin, setan, iblis di hari pemhalasan itu.
Kalau kita tidak becerai jasad dan ruh, berarti kita bertubuhkan Zahiru Rabbi. Tubuh Zahiru Rabbi inilah yang tidak binasa dari dunia sampai akhirat. Inilah yang dikatakan: "Tuhan tubuhku; Mahasuci nyawaku. Sadarlah setiap saat, setiap detik keberadaan kita ini di dalam Mahasuci. Orang yang sudah paham dengan Tubuh Mahasuci ini, dia bukan bertubuhkan dunia lagi, melainkan sudah bertubuhkan akhirat.
Banyak manusia salah paham. Belajar-belajar, mau mencari keputusan mati. Untuk apa? Yang perlu diketahui, bagaimana agar kita hidup di dunia dan hidup pula di akhirat. Sedang hidup saja sekaran ini kalau jasad dan ruh becerai, binasa jasad. Apalagi setelah mati. Kalau jasad dan ruh becerai, binasalah jasad. Carilah ilmu jasad dan ruh tidak bercerai meski mati sekalipun.
Kenali baik-baik, Allah itu Tubuh alam. Kalau kita mengaji Kosong/Maharuang ini, tidak akan tergelincir dan tidak akan masuk jurang.
Cobalah sadari. Baik kita di darat, di laut, di mana saja, keberadaan kita tetap di dalam Tubuh Mahasuci/Maharuang.
Tuhan sudah memberitahu,"fil ardhi aayaatun lil muuqiniin." [Q.S. Adz-Dzariat:20]. Wujud Tuhanmu [Zat Tuhanmu] sudah nyata di dunia ini meliputi sekalian alam dan nyata Berdiri tidak bertempat dan tidak memerlukan tempat, tidak berwarna, dan terlebih nyata lagi ke- laysa kamitslihi syai`un-an -Nya.
Masalah ke- laysa kamitslihi syai`un-an -Nya ini tidak dapat dipecahkan oleh para filsuf. Bagaimanalah mau dipecahkan? Apalagi oleh orang-orang tasawwuf yang tanggung-tanggung ilmunya.
Dengan pembahasan "min nuurihi nabiyika" ini, mudah-mudahan kita semua mendapat berkah dan keselamatan serta dapat dirasakan kebenarannya oleh orang-orang yang khusyuk dan tawadhu. Kita ini hidup sudah di dalam Tubuh Allah, bukan Allah di dalam tubuh kita. Jangan seperti ikan bodoh, sudah jelas hidup di dalam air. masih juga mencari-cari air. Manusia tidak pernah memikirkan bahwa air itulah tubuh ikan. Artinya, ikan bertubuhkan air.
Tubuh Allah itulah Kiblat Maqami. Kiblat pertama dan tertua. Inilah keramat terbesar. Inilah hati kita yang putih. Pandang saja di hati yang putih ini, akan tampak semuanya.
Hati saja sudah putih, bagaimana lagi yang di dalam hati yang putih itu? Yang mengetahui bahwa Maharuang ini hati yang putih ialah Ruh Qudus: yang ada di sama-tengah hatimu dan yang berkuasa atas diri manusia serta mengajar diri manusia, menunjuki diri manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Itu sebabnya dikatakan, "Nanti kamu pandai dengan sendirinya."
Berbahagialah orang yang sudah dapat melihat tubuh Ruh Qudus ini. Sama dengan dia melihat tubuh Nabi Muhammad Rasulullah saw. Bertemulah kita dengan "mutiara yang hilang ditemukan kembali".
"Sembah-sujud"-lah kamu kepada gurumu dan ibu-bapakmu, juga jangan tinggalkan lima waktu karena Rasulullah Saw. suka pada orang yang bersyariat. Menangis jasad itu disebabkan ruhani, nurani, dan rabbani kita bersyukur atas jasadnya yang dapat menemukan mutiara yang hilang kini ditemukan kembali.
Ingatlah sewaktu kita di dalam rahim ibu. Ruh Qudus itulah yang menghidupkan kita: yang mengurus agar kita hidup. Sewaktu bayi keluar dari rahim, ia tidak memandang Ruh Qudus. Setelah berada di alam fana, ada maharuang, maka menangislah dia. Tangisan itulah puji bayi pada Tuhan. Suara inilah yang dipakai oleh para wali untuk memuji Tuhan. Suara ini berbunyi sendiri. tidak perlu dibunyi-bunyikan. Inilah suara tunggal yang tidak ada tafsirnya. Lihatlah, bayi yang sudah memakai suara ini, dia tidak bernyawa zat-asam lagi, melainkan bernyawa dengan kepala.
Coba lihat ubun-ubun bayi yang baru lahir. Ubun-ubunnya bergerak. Inilah nyawa para wali. Jadi para wali itu bernyawa dengan kepala. Apalagi nabi. Setelah sampai waktunya, ubun-ubun bayi tidak bergerak lagi. Menjadi keras. Karena apa? Karena cahaya budduhun ini sudah memancar di dahi.
Orang awam dan orang tasawwuf, bernyawa dengan perut. Orang hakikat-makrigat bernyawa dengan dada. Orang-orang qadim, bernyawa dengan leher. Tapi mereka banyak yang tidak tahu bahwa di atas halqum itu, di situlah maqam makrifat. Ada satu gerak yang halus sekali. Gerak ini yang sulit dirasakan karena gerak ini.bagai sehelai rambut, di situ bergetaran. Bagi orang tauhid, di situlah kenikmatan yang luar biasa. Mengapa malah mau cari yang di perut, di dada, di leher, dan di halqum? Carilah yang di maqam qadim.
Makanan saja kalau sudah sampai di leher, kita baru dapat merasakan nikmatnya. Apalagi kalau kita dapat merasakan makanan qadim itu. Semua kenikmatan makanan yang ada di dunia ini tidak bisa mengalahkan nikmatnya bergetaran di maqam qadim. Inilah yang diistilahkan oleh orang tasawwuf, "seperti menarik rambut di atas tepung, tidak ada sangkut-sangkutnya". Begitulah nikmatnya di maqam qadim. Nyawa dicabut pun tidak terasa kerluarnya. Karena yang dirasakan nikmat saja terus. Itulah yang dikatakan "Allah itu nikmat senikmat-nikmatnya".
Salam dari Guru kami, "Baik-baik mengambil paham mengenai Tubuh alam ini".
WA QAALA MUSA TAKLIMAN
Telah Berkata-kata Allah dengan Musa. Berarti Allah Berkata-kata dengan manusia. Di mana Allah Berkata-kata dengan manusia itu? Di dalam RAhasia. Rahasia itu di mana? Di dalam sirr hati. Imam Al-Ghazali bilang, "Di dalam relung hati [sirr] yang paling dalam."
Allah berfirman, "Wa maa utiitum min ilmihi illaa kalila".
Ilmu yang Kuturunkan hanya sedikit. Ilmu yang sedikit ini ada di dalam sirr. Keluarkanlah yang di dalam sirr itu hingga satu dengan jasad dengan jalan praktik! Ilmu yang sedikit ini bukan ilmu ulama-ulama, bukan ilmu ustadz-ustadz, bukan ilmu kyai-kyai. Ini ilmu para wali. Wahai ulama-ustadz-kyai: ajarkanlah. Ini yang dinamakan ilmu illaa kalil Mengapa manusia tidak mau mempelajari ilmu yang sedikit ini? Minta ulama-ustadz-kyaimu itu mengajarkan cara praktiknya kepadamu. Ulama-ustadz-kyai jangan hanya jual kecap saja.
Ulama tasawwuf bilang, kita musti melalui takhali, tahalli, dan tajalli. Jangan bicara saja, ajarkanlah praktiknya juga agar umat ini puas. Demikian juga yang belajar, minta cara praktiknya pada ulama-ustadz-kyaimu. Tanpa praktik, takhali, tahalli, tajalli tidak akan ada hasil.
Guru kami yang diutamakan adalah praktiknya sehingga banyak yang dapat meraih tajalli. Orang-orang yang jauh dari Pontianak saja bisa dapat. Contohnya, Bang Saudara Seiman dan Bang Arbi dari Batam, Bang Arie dari Palembang, Bang Syamsul dari Makassar, Bang Moerad dari NTB, bahkan Mbak Sally di Taiwan dan Bang Hamba Allah Penang dan Bang Coco dari Malaysia. [Beliau semua ini ada akunnya masing-masing di Google Plus]. Guru bertemu muka saja belum pernah, tapi Alhamdulillah beliau-beliau ini dapat. Apalagi yang dekat sehari-hari.
Mengapa sekali dipraktikkan oleh beliau-beliau ini dapat dirasakannya tajalli? Masalah tajalli ini ada tajalli Zat, tajalli Sifat, tajalli Asma, dan tajalli Af`al. Bagaimana cara mempraktikkan tajalli Zat, tajalli Sifat, tajalli Asma, dan tajalli Af`al ini? Kami diajari caranya. Kalau tidak bisa mengajarkan cara praktiknya: tong kosong nyaring bunyinya.
Kalau betul praktiknya, biar jauh pun orang bisa dapat tajalli. Kamu yang dekat saja dengan guru-gurumu, mana ada diajarkan praktik tajalli. Wajib kamu tuntut para gurumu itu mengenai masalah praktik tajalli ini. Karena inilah bekal yang tidak basi sampai akhirat dan dapatlah kita menolong ibu-bapak, anak-istri/suami, sanak saudara dan handai taulan kita sampai nenek moyang kita. Kalau tidak dapat, apa yang bisa kita pakai untuk menolong keluarga kita di akhirat kelak? Karena di akhirat nanti kita semua berkumpul lagi dengan keluarga.
Mau tidak ambil kesempatan menyelamatkan diri dan keluarga dunia-akhirat?
-Arifbillah-
#anomsirnarasa
0 Komentar