Ad Code

1. Jangan Membenci Ulama yang Sezaman | 2. Jangan Menyalahkan Ajaran Orang Lain | 3. Jangan Memeriksa Murid Orang Lain | 4. Jangan Berubah Sikap Meski Disakiti Orang Lain | HARUS MENYAYANGI ORANG YANG MEMBENCIMU

Ticker

6/recent/ticker-posts

Nasihat Syaikh Junaid al Baghdadi

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Syeikh Abul Oasim al-Junaid bin Muhammad – rahimahullah — berkata :
“Semoga Allah mengkhususkan dirimu untuk taat kepada-Nya; memberi peluang kepadamu untuk selaras dengan-Nya; menjadikanmu sebagai penghuni kewalian-Nya; memilihmu untuk mahabbah cinta-Nya; mengegaskan dirimu untuk menuju kepada-Nya; menetapkan padamu menurut ilmu kehendak-Nya; menjadikan perbuatanmu dengan ilmu yang dikehendaki-Nya; mengembalikan dirimu untuk memperhatikan pada kesimpulan pemahaman tentang Diri-Nya; menghalangi antara dirimu dengan berbagai halangan yang memenggal dan rantai yang merintang; menjadikan ucapan-ucapanmu diridhai di hadapan-Nya dan di sisi-Nya pula engkau dalam keadaan bersih; mencukupkan dirimu upah setiap yang sibuk dengan-Nya; memberi luang kepadamu untuk bakti kepada-Nya; menyenangkan dirimu dengan memasrahkan persoalan kepada-Nya; menghalangi antara dirimu dari setiap pencegah di jalan penempuhan kepada-Nya; dan menjadikan raja penolong pada setiap hasratmu yang membuatmu tidak bahagia dalam Menempuh ridha-Nya di sisi-Nya, sesungguhnya Dia adalah Pelimpah kenikmatan dan yang Mencukupi berbagai hasrat kepentingan.
 
Seyogyanya bagi orang yang berakal (sehat) untuk tidak mengabaikan salah satu dari tempat ini:
Tempat dimana seseorang apakah kondisi ruhaninya bertambah atau berkurang;
Tempat dimana ia berkhalwat dengan mendidik dirinya, berdisiplinlah pada aturan yang harus dilakukannya (dan mendalami penyelidikan pengetahuannya);
Tempat dimana akalnya dihadirkan untuk memandang aturan-Nya; bagaimana aturan-aturan bisa berbeda-beda; baik disaat telah malam mupun disiang hari. Akal tidak bisa jernih manakala tidak mampu kondisi terakhir tersebut, kecuali dengan menepati aturan yang seharusnya dilakukan dari aturan-aturan pada kedua kondisi ruhani yang pertama.
 
Sementara tempat-tempat dimana ia harus mengenal kondisi ruhaninya, apakah bertambah atau berkurang, ia harus melakukan khalwat agar tidak direpotkan oleh gangguan kesibukan yang merusak introspeksinya; yang kelak bisa dilanjutkan dengan arah menuju penyelarasan disiplin penunaian kewajiban, dimana perilaku taqarrubnya tidak akan jernih kecuali dengan memenuhi kewajiban-kewajiban fardhu. Kemudian bangkit, sebagaimana bangkitnya hamba di hadapan Tuhannya yang ingin melaksanakan perintah-Nya. Maka pada saat demikian, terbukalah baginya rahasia-rahasia dirinya yang tersembunyi. Ia akan tahu apakah ia termasuk orang yang telah menunaikan kewajiban atau belum, kemudian ia tidak ragu dengan posisinya hingga adanya bukti ilmu yang menyibaknya. Apabila ia melihat adanya cacat, segera memperbaikinya, dan tidak menjalankan amal selain amal itu. Perilaku demikian ini merupakan kondisi ahli shidq. “Dan Allah mengokohkan melalui pertolongan-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Perkasa.”
 
Sedangkan tempat-tempat khalwat untuk mendidik diri dan mendalam kondisi pengetahuannya, maka seharusnya bagi yang menuju arah ini, dan ingin mendapatkan nasihat dalam beramal — maka kadang-kadang berbagai hal itu menipu dirinya — dimana batas sebenarnya tidak diketahui kecuali oleh orang yang teliti mata hatinya. Apa sebenarnya yang terjadi di sana, berupa dorongan mencintai perbuatan baik.
 
Sebab diri itu bila cenderung untuk berbuat baik, akan menjadi etika pada dirinya, dan diri tenteram pada tempat yang menjadi keahliannya, sekaligus ia akan membelot dengannya. Diri melihat yang berlaku padanya, berupa tindakan kebaikan tersebut sebagai kemampuannya, kemudian musuh yang mendiami. mengintai untuk menghancurkannya, mengalir melalui tempat berjalannya darah. Musuh itu mengancam dengan kekuatan tipu dayanya pada kealpaan yang tersembunyi, lalu ia merampasnya melalui kecondongan hawa nafsu, yang tak ada lagi jalan kecuali melalui kondisi tersebut, bila ia tidak merasakan rampasannya, ia mendorong dari dirinya dan mengenal dirinya untuk lebih bergegas kembali kepada Dzat yang tidak bisa menjamin kecuali dengan-Nya. Kemudian ia meneliti dirinya lebih mendalam seketika dimana musuh bisa meraihnya. Lalu ia menjaganya dengan kenikmatan bersegera, mencari pertolongan dan rasa butuh yang sangat serta mencari sandaran, sebagaimana Nabi yang mulia, putra Nabi yang mulia, Yusuf bin Ya’qub bin Ibrahim –alaihim as-salam:”Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (Q.s. Yusuf: 33).
Yusuf as, mengetahui bahwa tipu daya musuh dengan kekuatan hawa nafsu, tidak akan bisa dihindari dengan kekuatan diri.”Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesunggahnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. Yusuf: 34).
 
Adapun tempat-tempat yang menjadi tempat presentasi akalnya untuk memandang tempat berlakunya aturan hukum, dan bagaimana Dia membalik aturan, adalah tempat paling utama dan paling luhur. Sebab Allah swt. memerintahkan seluruh makhluk-Nya agar terus-menerus beribadah dan tidak bosan-bosan berbakti kepada-Nya. Firman-Nya:”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Q.s. Adz-Dzaariyaat: 56).
Dan para hamba itu mendapatkan jaminan di dunia, sementara di akhirat mendapatkan pahala. Allah swt. berfirman:”Wahai orang-orang yang beriman, ruku’lah, dan sujudlah, serta sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebaikan agar kamu mendapatkan kebahagiaan.” (Q.s. Al-Hajj: 77).
Semua itu merupakan ibadah yang diharuskan kepada semua makhluk, dan Dia menetapkan agar diketahui bagaimana aturan-aturan itu dilaksanakan. Allah swt. juga memaparkan keluhuran ilmu dan pengetahuan. Dia berfirman, “Setiap hari Dia dengan urusan.” (Q.s. Ar-Rahman: 29). Yakni urusan makhluk.
 
Engkau — wahai orang yang berdiri teguh — agar selalu melihat bahwa dirimu merupakan makhluk dengan urusannya. Apakah engkau mengetahui perilakumu itu diridhai di sisi-Nya? Tak seorang pun mampu menghadirkan akalnya kecuali dengan memalingkan diri dari dunia dan seisinya (di sisi-Nya), keluar dari arah-Nya. Apabila dunia usai, hangus, dan hangus pula penghuninya, berpaling dari hati, maka menjadi sunyi dengan bercakap-cakap pada pelaksanaan dan beragamnya aturan serta rincian pembagian. Hati tidak akan kembali, pada suatu yang sifatnya mengambil manfaat dari dunia ini yang mana, hati telah keluar dan lari dari dunia.
 
Tidakkah engkau melihat ketika Haritsah berkata, “Diriku telah jemu dari dunia.” Kemudian ia melanjutkan, “Seakan aku melihat Arasy Tuhanku begitu jelas. Seakan-akan aku saling mengunjungi antara ahli surga, seakan-akan, seakan…” Demikianlah kondisi sebagian kaum Sufi.
Oleh sebab itu, wahai saudaraku, berhasratlah beramal untuk menyelamatkan dirimu, keikhlasan pembebasan diri dari perbudakan nafsu yang hina, dan menyelamatkan diri dari bercakap-cakap pada penghuni dunia. Setiap jiwa yang merasakan lalainya kealpaan setetes saja, pasti akan ditimpa kekerasan hati yang memabukkan akal dan menghanguskan pengetahuan, fitnah akan masuk dengan cara yang halus. Siapa yang membuka tutup bencana, akan terbuka pula tutup kandungan. Ia tidak akan menikmati sepoi-sepoi lezatnya beramal.
 
Sungguh bahagia kaum yang memandang mereka, mengikuti mereka dan menunjukkan mereka jalan yang ringkas. Mendudukkan mereka pada argumentasi yang menyelamatkan, memberi cahaya dakwah mereka untuk memahami yang tersembunyi, melalui diskusi pemahaman perintah, ketika Allah swt. berfirman:”Bergegaslah kamu menuju ampunan dari Tuhanmu, dan surga yang luasnya seluas langit dan bagi yang disediakan bagi orang-orang yang takwa.” (Q.s. Ali Imran: 133).
Kemudian akal bangkit yang disertai semangat fisik dengan pengarahan yang baik, untuk menegakkan apa yang menjadi bagian mereka di hadapan orang yang peduli pada ajakannya, dan mata menjadi sejuk dan gembira karena apa yang telah disampaikan kepada mereka melalui khalwat. Maka ia pun berkhalwat bersama mereka yang tidak senang menempuh jalan selain jalan-Nya, tidak ber-tawassul kepada-Nya kecuali dengan-Nya, dan mereka tidak meminta sesuatu kecuali agar dilangsungkan khidmah kepada-Nya, pertolongan yang baik dalam berselaras dengan-Nya. Para musuh putus asa dengan mereka, wibawa hawa nafsu telah mati di hadapan mereka, sedangkan mata cinta menyejukkan mereka. Mereka tidak ingin meraih apa-apa yang lebih besar dibanding apa yang diraihnya, tidak ingin memperoleh nikmat dibanding apa yang telah dianugerahkan kepada mereka, tidak pula menginginkan daya. Mereka dijernihkan oleh ilmu, dan muamalah (ibadah) telah mendidik mereka, sementara mereka dimuliakan oleh sikap memastikan hanya kepada Allah Ta’ala dan mereka tidak membutuhkan selain kepada-Nya. Mereka adalah para yang dicari Allah dan pencari-Nya; pecinta Allah dan kekasih-kekasih-Nya. Orang-orang berhasrat rindu memandang mereka, dan merasa rugi berpisah dengan mereka, dan amat gembira bisa berbicara dengan mereka. Allah menghendaki mereka dan mereka pun menghendaki-Nya, mereka mencari Allah dan mereka pun menemukan-Nya.Maka, barangsiapa ingin selamat, bergegaslah meraih ruh kehidupan, dengan mencari hubungan pada anugerah-Nya. Karena sesungguhnya Allah itu adalah harapan para wali, cita-cita para cendekiawan, yang dicari orang-orang Sufi. Kalau bukan karena-Nya, mereka pun tak akan mendapatkan petunjuk menuju kepada-Nya.
 
Siapa yang — Allah –menyebut mereka, Allah akan menunjukkan kepada-Nya. Petunjuk itu tidak menghimpit hati mereka, dan Allah tidak memberi beban yang tidak kuat untuk dilakukan oleh mereka yang lain, bahkan Allah tidak menjauhi mereka dan tidak menyingkirkan jiwa-jiwa mereka. Allah tidak menyiksa mereka atas kelalaian mereka. Bahkan memberi nikmat mereka melalui penerimaan udzur ketika menerima mereka, memaafkan atas ketidakmampuan fisik mereka, dan mendudukkan mereka dengan persahabatan yang indah. Memperkuat komitmen mereka dengan tradisi generasi ummat-ummat terdahulu dengan beban yang baik. Membersihkan mereka dari azab yang dahsyat, memberi petunjuk mereka jalan syukur dan ridha di sisi-Nya, mengasihi antara mereka dan para pengamat keserupaan dan problema. Allah menjaga hati, mata dan pendengaran mereka dari mendekat pada kebinasaan. Dan mereka pun menjaga diri dari membincangkan sesuatu dari kebinasaan; Sesuatu yang merusak, dan tragedi dunia menjadi sesuatu yang hina di mata mereka. Mereka merasa senang atas pilihan yang diberikan Wali mereka. Taqarrub mereka adalah penyucian, tasbih, pambagusan, dan tahlil. Rasa senang dan sejuk mereka ada pada ketika mereka bermunajat. Tak ada yang menghalangi mereka ketika Mereka bertemu dengan-Nya di akhirat.
Bahwasanya, makhluk itu terputus dari Allah Azza wa Jalla, karena mereka mengikuti hawa nafsu, patuh pada lawan-lawannya, membincangkan bunga-bunga dunia, memprioritas apa yang menghancurkan dan meninggalkan apa yang mengabadikan.Karena itu bergegaslah saudaraku, untuk memperbaiki kesalahan umur yang berlalu, kealpaan dan penyimpangan serta kelambatan, dalam, rangka menjaga sisa usiamu dengan cara bangkit, takut, tekun, waspada sebelum waktu berlalu, datangnya maut. Sebab Allah tidak ridha kepada generasi sesudahnya kecuali beramal sebagaimana amal yang diridhai pada generasi sebelumnya. Karena itu leluaskanlah dirimu dalam pembebasan belenggu dengan menanggalkan pakaian yang merepotkan. Sebab suatu hari Allah swt. akan membuka segala aib, pada hari itu amal-amal ditampakkan. Hari, dimana seorang saksi atau teman, tidak bisa menolong dengan amalnya, dan tak seorang pun mengharapkan, kecuali pada pengampunan dan maaf dari Tuhannya. Suatu hari, yang begitu banyak penyesalannya, begitu kuat caciannya.
 
Mulai saat ini, semampang permintaan maaf diterima dan waktu masih luang, amal masih terbentang, tobat masih diterima, dosa bisa dihapus oleh inabah, penyesalan dan kata-kata masih didengar, kebajikan masih diikuti, kebenaran masih jelas, jalan begitu gamblang, dan hujjah masih kokoh.Hujjah yang benar itu hanya bagi Allah, seandainya Dia menghendaki, niscaya Dia memberi petunjuk kepadamu semua. Sedangkan pengaruh kehendak hidayah itu sangat jelas di mata orang yang mendapatkan hidayah. Di antara tanda orang yang mendapatkan hidayah adalah memiliki sifat-sifat, antara lain ringan taat, “Cinta penyelarasan dengan-Nya, melihat diri sendiri dengan mata hina, memutuskan diri untuk menegakkan kewajiban, kasih sayang, persaudaraan, penyucian, saling mencintai, saling menolong, memprioritaskan kepada ahli taqarrub dan mereka yang menuju Dzat Allah Azza wa Jalla dibanding diri mereka sendiri, memberi bantuan kepada ahli kewalian, bergerak menjauhi perkara yang diharamkan Allah, ridha yang disertai sabar atas persoalan yang berlalu, merasa ringan dan ringan dalam memberi upah, teliti, detil serta hati-hati, dan menghargai waktu. Berpijak pada sikap yang ala kadarnya dalam memberikan kegembiraan kepada orang lain, bergaul dan duduk bersama mereka. Tidak mengungul-ungulkan mereka, yang dalam konteks ini, Allah berwasiat kepada Nabiyullah saw.:”Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini.” (Q.s. Al-khafi :28)
 
Semoga Allah menjadikan kami dan kalian tergolong orang yang mengetahui Hak Allah dan mengamalkannya. Sibuk dengan Hak Allah dan tidak disibukkan oleh faktor yang mengabaikan Hak Allah itu. Semoga Allah melindungi kami dan engkau, sepanjang perlindungan-Nya kepada kita serta memperbagus pertolongan-Nya kepada kita. Hendaknya engkau benar-benar menunaikan syukur dan melanggengkan dzikir. Dia-lah Pelimpah Kebajikan, Yang Menjanjikan surga bagi hamba-Nya, dan Mengancam mereka dengan neraka,Kitab ini selesai seiring dengan memuji Allah dan anugerah-Nya. Semoga shalawat dan salamnya terlimpah kepada junjungan kita Muhammad dan seluruh keluarganya.
 
Sumber: tarekatqodiriyah

Posting Komentar

0 Komentar